Sebagai catatan, semoga bangsa Indonesia diberi kekuatan untuk tetap berjuang menguak apa yang sebenarnya terjadi saat ini.
Dimulai dari kejayaan bangsa Indonesia di jaman Majapahit, sumberdaya alam Indonesia yang melimpah, letak Indonesia yang sangat strategis, manusia Indonesia yang mulai cerdas, Indonesia yang berpenduduk muslim terbesar.
Dihadapkan dengan pangsa pasar empuk di Indonesia, yang menarik hati para raksasa bisnis dunia. Dari situasi tersebut, ranah politik untuk menanamkan berbagai kepentingan kian deras menyita perhatian para konglomerasi dunia.
Ingat, ketika minyak hasil kelapa sawit Indonesia diterpa isu 'kesehatan' hingga akhirnya tertekan di pasar Internasional? Dan apa dampaknya? Sementara sebuah negara lainnya menawarkan solusi minyak bunga matahari yang komoditasnya melimpah di negara tersebut. Hasilnya, pasar minyak bunga matahari laris manis di Indonesia, sementara komoditi minyak kelapa sawit terpuruk.
Ingat, ketika isu gula hasil perkebunan nusantara santer memiliki kualitas sangat buruk dibandingkan dengan gula rendah kalori yang dihasilkan negara asing. Membuat pasar tebu dalam negeri terjun bebas, dan mulai sepi peminat (di tingkat global).
Ingat, kejayaan kopra, yang kita tidak memiliki nilai apa apa di mata dunia, dengan situasi yang sama, yakni pelemparan isu yang kurang lebih juga diatur dengan sedemikian rupa.
Saya menolak anak-anak merokok, dan menolak warga dibawah garis kemiskinan yang merokok -industri besar non nusantara-. Saya setuju.
Namun, saya juga tidak boleh menutup mata, bahwa saya harus tetap berjuang untuk menjadi orang Indonesia dengan cara yang Indonesia.
Coba lihat pakaian Anda, coba lihat pola hidup Anda, pikirkan, Anda saat ini hidup sebagai apa dan siapa. Mana kepercayaan diri Anda sebagai Indonesia yang Indonesia.
Kita secara tidak sadar, menjadi perebutan para penjajah-penjajah modern dan bingung harus ikut siapa -karena memang tidak sadar jati diri-.
Fokusnya, adalah bukan siapa yang mendukung dan menolak. Namun terus selami, sebenarnya apa yang terjadi. Apakah kita akan selamanya tetap hanya menjadi seorang marketing yang terjebak untuk selalu mengelu-elukan produk bos kita, ataukah sudah saatnya membuat usaha sendiri?
Malang, 22 Agustus 2016.
Untukmu, Indonesiaku.
Dimulai dari kejayaan bangsa Indonesia di jaman Majapahit, sumberdaya alam Indonesia yang melimpah, letak Indonesia yang sangat strategis, manusia Indonesia yang mulai cerdas, Indonesia yang berpenduduk muslim terbesar.
Dihadapkan dengan pangsa pasar empuk di Indonesia, yang menarik hati para raksasa bisnis dunia. Dari situasi tersebut, ranah politik untuk menanamkan berbagai kepentingan kian deras menyita perhatian para konglomerasi dunia.
Ingat, ketika minyak hasil kelapa sawit Indonesia diterpa isu 'kesehatan' hingga akhirnya tertekan di pasar Internasional? Dan apa dampaknya? Sementara sebuah negara lainnya menawarkan solusi minyak bunga matahari yang komoditasnya melimpah di negara tersebut. Hasilnya, pasar minyak bunga matahari laris manis di Indonesia, sementara komoditi minyak kelapa sawit terpuruk.
Ingat, ketika isu gula hasil perkebunan nusantara santer memiliki kualitas sangat buruk dibandingkan dengan gula rendah kalori yang dihasilkan negara asing. Membuat pasar tebu dalam negeri terjun bebas, dan mulai sepi peminat (di tingkat global).
Ingat, kejayaan kopra, yang kita tidak memiliki nilai apa apa di mata dunia, dengan situasi yang sama, yakni pelemparan isu yang kurang lebih juga diatur dengan sedemikian rupa.
Saya menolak anak-anak merokok, dan menolak warga dibawah garis kemiskinan yang merokok -industri besar non nusantara-. Saya setuju.
Namun, saya juga tidak boleh menutup mata, bahwa saya harus tetap berjuang untuk menjadi orang Indonesia dengan cara yang Indonesia.
Coba lihat pakaian Anda, coba lihat pola hidup Anda, pikirkan, Anda saat ini hidup sebagai apa dan siapa. Mana kepercayaan diri Anda sebagai Indonesia yang Indonesia.
Kita secara tidak sadar, menjadi perebutan para penjajah-penjajah modern dan bingung harus ikut siapa -karena memang tidak sadar jati diri-.
Fokusnya, adalah bukan siapa yang mendukung dan menolak. Namun terus selami, sebenarnya apa yang terjadi. Apakah kita akan selamanya tetap hanya menjadi seorang marketing yang terjebak untuk selalu mengelu-elukan produk bos kita, ataukah sudah saatnya membuat usaha sendiri?
Malang, 22 Agustus 2016.
Untukmu, Indonesiaku.
ulasan yang menarik mas julian.
ReplyDeleteTerima kasih mas :)
Delete