Skip to main content

Kompetisi Tak Sehat

Mengapa 'sisi kemanusian' menjadi ampuh untuk menutupi segala perhitungan bisnis didalamnya?

Seperti tayangan yang baru saya lihat tentang kompetisi musik di salah satu televisi swasta. Saat penyelenggaraan eliminasi di akhir acara.



Pada dasarnya, yang digencarkan dalam acara tersebut adalah pemilihan bibit unggul bakat menyanyi. Dengan parameter kemampuan yang disaring melalui polling sms dan beberapa juri untuk menilai kemampuan masing-masing peserta kompetisi.

Namun netizen kelihatannya mulai berkomentar mengenai acara tersebut yang memiliki beberapa kejanggalan. Kejanggalan tersebut berawal saat kompetisi tersebut tidak lagi sesuai dengan aturan yang dibuat. Hal ini terlihat saat salah seorang tereliminasi akibat kemampuan ala kadarnya, namun kenyataannya masih ditarik kembali untuk bertahan menjadi peserta.

Kejadian yang kedua, pada tayangan yang diputar tanggal 7 April 2015, ada tiga peserta yang bertarung kemampuan vokal dan penampilan. Sebagai tahapan untuk mencari 15 besar, secara tak langsung para peserta harus melalui 'ujian' sebaik-baiknya tanpa ada alasan apapun.

Nyatanya, salah seorang peserta pria tak mampu melampaui 'ujian' tersebut dengan baik dengan mengemukakan beragam alasan. Hingga berujung ke alasan kondisi peserta yang tidak fit. Padahal, sepintar apapun peserta, namun jika melampaui ujian dengan baik, maka nilai ujian itulah yang seharusnya diakui.

Bahkan, pihak televisi 'terlalu maksa' untuk memperlihatkan kondisi kesehatan peserta tersebut dengan semua kelengkapan orang sakit seperti selang oksigen. Mereka beralasan, dalam momen eliminasi, semua peserta harus tetap ditampilkan.

'Menjual air mata', dalam dunia broadcast sesekali menjadi efektif untuk menggaet perhatian para pemirsa, bahkan dengan cara tersebut bisa mengesampingkan aturan yang awalnya harus dipatuhi.

Saya tidak mengatakan bahwa apa yang ditampilkan dalam acara tersebut 'mengada-ada', namun apakah dalam kelayakan penayangan, tampilan kondisi orang sakit untuk diperlihatkan ke khalayak apakah pantas? Apa yang mau dibuktikan? Apakah hanya karena para peserta harus terlihat walaupun dengan kondisi apapun? Saya rasa tidak.

Ada kalanya sebuah adegan bisa di publish, adakalanya tidak harus digambarkan se-riil mungkin. Banyak cara yang bisa dilakukan untuk menyiasati hal tersebut.

Yang terjadi adalah, apakah aturan 'mengeliminasi penampilan terburuk' dalam tayangan kompetisi tidak lagi bisa dipatuhi? Ataukah, penyelenggara acara hanya peduli dengan 'yang paling banyak poling, itu yang menang.' Dengan kata lain, siapa yang paling memberikan kontribusi pulsa, itu yang menang.

Sebuah kompetisi itu untuk mendapatkan yang terbaik dengan sistem yang sehat, dan sebuah kompetisi bukanlah sebuah cerita sinetron yang bisa mengelabuhi logika dengan air mata.

Jika berniat membuat kompetisi, bikinlah kompetisi dengan sebenarnya. Jika tidak, jangan buat kompetisi, buat sinetron aja cukup. Jangan dicampuradukkan.

Salam.

image

Comments

Popular posts from this blog

Garuda, bioskop 21. Tak Sesuai Harapan.

Ditanganku, ada dua tiket masuk bioskop 21 yang film nya sebentar lagi akan dimulai. Sembari menunggu pemutaran, kami berdua memesan dua minuman sama di foodcourt tak jauh disitu. Memang hari ini kalo kedua aku mengajaknya menonton bioskop. Dalam benakku hanyalah, membuatnya tersenyum dari sekian hari kemurungannya. Terlihat dan terasa. Makanya, aku berharap dengan memberikannya sedikit hiburan mungkin bisa sebentar melupakan semua keruwetan yang ia alami. "Film The Hobbit emang gak ada ya?". "Gak ada. Khan udah aku bilang tadi, bahkan aku sms ke kamu kalo daftar film nya cuman itu." Rencananya memang film The Hobbit yang menjadi pilihan kami berdua. Namun sehari sebelum kami berdua ke Bioskop 21, film itu belum ada. Berhubung dia ingin sekali menyegarkan pikiran, film apapun jadi. "Yang ada memang film Garuda. Aku ndiri gak tau gimana itu filmnya. Gimana?" "Terserah deh. Yang penting nonton". Saat jam pemutaran, hanya sedikit yang menonton. Aku

Kecewa Dengan Pelayanan DOKU

Setelah beberapa kali menggunakan pelayanan jasa transfer uang DOKU.com untuk membayar iklan Facebook, akhirnya saya merasa kecewa dengan prosedur yang diberikan. Sebagai pelanggan DOKU yang pernah melakukan transaksi sebelumnya sebanyak 2 kali -dan keduanya lancar- , untuk transaksi ketiga benar-benar mengecewakan. Pemesanan saya lakukan 31 Juli 2016 lalu, dengan menggunakan fitur 'tambah uang' di Facebook via transfer antar bank. Karena sudah pernah menggunakan jasa transfer ke DOKU.com sebelumnya, saya melakukan prosedur yang sama. Hanya perbedaannya adalah 2 kali transfer tersebut menggunakan mobile banking BRI. Setelah terbit kode pembayaran -yang juga merupakan akun virtual, begitu saya menyebutnya- , saya lanjutkan dengan melakukan transfer sejumlah uang yang telah disepakati. Dari intruksi yang diberikan, ada dua pilihan. Yakni Membayar melalui ATM atau membayar melalui Internet Banking. Karena kondisi pulsa ponsel tidak mencukupi untuk melakukan mobile ban

Cara Membuat Rak Sepatu Sederhana

Di hari libur, saya menyempatkan diri berkunjung ke sahabat saya, pak Yodex. Ternyata saat saya sampai dirumahnya, ia sedang sibuk menyiapkan berbagai peralatan dan bahan untuk membuat rak sepatu. Kesempatan tersebut tidak aku sia-siakan sebagai bahan blog, yakni Tutorial Cara Membuat Rak Sepatu Sederhana .